Langsung ke konten utama

Ketika Mencontek Itu Wajar

Sering ku dengar selentingan, kenapa harus terlalu idealis? Bukankah semua orang juga menyontek pada saat ujian/test? Kenapa harus terlalu jujur? Kenapa tak menyontek saja untuk meminimalisir akibat buruk yang akan terjadi bila tidak lulus ujian/test?  Bukankah orang tua kita menyekolahkan kita itu sangat mahal? Kenapa tak menyontek saja agar mereka tak sedih ketika kita gagal dalam test ataupun UN? Agar harga yang mahal itu terbalaskan oleh kelulusan kita? Bekerjasama sajalah. Bukankah kalau menyontek untuk membahagiakan orang tua itu boleh? Astaghfirullahal’adzim.


Aku terus berusaha menguatkan hatiku. Ya Allah lindungilah hamba-MU ini. Apa mempertahankan keimanan itu suatu yang memang sangat dianggap asing di negeri ini? Sekarang akan ku jawab pertanyaan-pertanyaan itu.


Kenapa harus terlalu jujur? Kenapa tidak menyontek saja? Kenapa tidak bekerjasama saja agar lulus ujian/test/UN?


Dari Abu Hurairah ra., Rasullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang berbuat curang/menipu, maka ia bukan termasuk golongan kami” (HR. Muslim, no 146).


Kau pikir menyontek bukan menipu? Kalau begitu kenapa kau takut saat kau ketahuan nyontek? Kalau bukan menipu, kenapa kau harus berbisik-bisik saat bekerjasama dengan temanmu dalam ujian? Apa kau tak merasa bahwa sesungguhnya kau telah menipu dirimu sendiri dan orang-orang sekitarmu. Kau bohongi orang tuamu dengan nilai-nilai palsu, yang kau dapatkan dari hasil menipu. Banggakah kau dengan nilai yang bagus hasil menipu? Akan banggakah orang tuamu pada dirimu yang menghalalkan segala cara hanya demi kelulusan, demi nilai yang bagus, demi mempertahankan rengking di kelasmu? Orang tua macam apa yang akan bangga dengan anaknya yang seperti itu? Astaghfirullahal’adzim. Semua orang tua akan mendambakan memiliki anak yang jujur, bukankah begitu? Seorang pencopet saja ingin agar anak buahnya jujur padanya tentang hasil copetan anak buahnya itu, bukankah begitu?


Lalu dalam hadist tersebut Rasullah saw. bersabda, MEREKA BUKANLAH GOLONGAN KAMI. Coba bayangkan saudaraku, siapa yang akan memberi kita Safaatul Udzma di akhirat nanti kalau Rasullah Saw. tak mau mengakui kita sebagai golongannya? Apa kita sudah merasa cukup dengan amal yang kita punya saat ini, sehingga tak membutuhkan Rasullah Saw.? Allahumma Shalli ’Ala Muhammad wa ’Ala aali Muhammad. 


Dan kau tahu apa akibat dari menipu dalam hadist dibawah ini? Na’udzubillahi tsumma na’udzubillahi min dzalik.

Rasulullah Saw. bersabda, ”Siapa menipu kami maka ia bukan termasuk golongan kami; pembuat makar dan tipu daya akan masuk masuk neraka.” (H.R. Thabrani  dengan sanad yang baik, dan H.R. Ibnu Majah dalam Shahih-nya)


Bagaimana saudaraku masih mau menyontek, menipu dirimu sendiri, orang tua, keluarga, teman-teman? Apa tak cukup peringat sekeras itu dari Rasulullah?


Ketika ada yang bertanya, bukankah kalau menyontek untuk membahagiakan orang tua itu boleh? Ah apa alasannya kau boleh membahagiakn orang tua dengan cara menipu? Apa kau yakin orang tuamu bahagia? Kalaupun memang mereka bahgia dengan hal itu, sekarang aku ingin bertanya  sebenarnya siapa yang lebih kau cintai orang tuamu atau Allah? 


Sekarang bayangkan saudaraku, ketika orang tuamu akan di masukkan ke dalam syurga, lalu Allah menahannya karena ulahmu. Bayangkan ketika orang tuamu ditanya oleh Allah kenapa dia tidak mengajarimu untuk berbuat jujur? Bukankah Allah menyuruh orang tuamu mendidikmu untuk taat akan semua perintah-NYA. Dan saat itu ibu dan ayahmu berkata, ”Aku meyesal mempunyai anak sepertimu,”. Apa saat itu kau pikir orang tuamu bahagia?


Jadi siapa sebenarnya yang lebih mencintai orang tuanya? Mereka yang menyontek? Atau mereka yang jujur agar kelak orang tuanya masuk surga?


Kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ingin kau berikan kepada mereka? Kebahagian sesaat yang akan berakhir di neraka-Nya Allah, ataukah kebahagiaan sejati yang berakhir di surga-Nya Allah? walau kau harus melihatnya menangis dulu di dunia. Tak takutksh kau dengan neraka-Nya Allah? Dan tak tergiurkah kau dengan surga-Nya Allah, Yang mengalir di bawahnya sungai-sungai?


Kalau kau saat ini menyesal karena pernah menyontek, maka bertaubatlah. Sesungguhnya Allah Maha Penerina Taubat. Dan jangan pernah kau mengulanginya, apapun itu resikonya. Allah menunggumu di pintu gerbang hidayah-Nya.


Aku berkata seperti ini bukan berarti aku lebih mulia darimu, saudaraku. Tidak. Akupun sama tengah berusaha saat ini. Surga itu memang sangat mahal. Kita harus dapat meraihnya, walau harus berdarah-darah.

(dikutip dari curhatan seorang teman) 

Postingan populer dari blog ini

SAYYIDUL ISTIGHFAR (Bacaan Istighfar Yang Paling Utama)

Allohumma annta robbii laaaaaa ilaaha illaaaaaa annth Kholaqtanii wa ana ‘abduk Wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’th A’uudzubika minn syarri maa shona’th Abuuuuuu-u laka bini’matika ‘alayy Wa abuuuuuu-u   bidzamm-bii Faghfirlii fainnahuu laa yaghfirudz-dzunuuba illaaaaaa annth Artinya : Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. (Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6306 dan 6323), at-Tirmidzi (no. 3393), an-Nasa’i (no. 5522) dan lain-lain.) Faedah dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas, “Barangsiapa yang...

Kajian Rutin Muslimah: Pentingnya Kesehatan Mental Pada Ibu

Kesehatan mental ibu memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan keluarga. Ibu yang memiliki kesehatan mental yang baik akan mampu memberikan kasih sayang, perhatian, dan pengasuhan yang optimal bagi anak-anaknya. Sebaliknya, ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental dapat kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu. Kesehatan mental ibu mencakup tiga dimensi utama: Kesehatan mental: Meliputi kondisi emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Ini mencakup bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Kesehatan fisik: Kondisi fisik yang baik mendukung kesehatan mental. Kesehatan sosial: Kualitas hubungan dengan orang lain, termasuk keluarga, teman, dan komunitas. Sedangkan faktor yang dapat memicu gangguan kesehatan mental pada ibu antara lain:  Kurangnya dukungan sosial: Kurangnya dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas dapat meningkatkan risiko gangguan mental.  Ketidakpuasan pernikahan: Masalah dalam hubungan pernikahan dapat menjadi s...

Letak/Posisi Imam & Makmum Sholat

Untuk menjadi makmum yang baik, haruslah mengenal hukum-hukum shalat berjamaah dan bermakmum dengan benar. Karena itu dalam kesempatan ini Nasyiah akan membahas posisi makmum dalam shalat bersama imam, dimana poin-poinnya sebagai berikut: 1.     Bila makmum satu orang, maka makmum berdiri di samping kanan imam.  Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, disebutkan: "Nabi juga berdiri dan shalat, maka akupun berdiri disebelah kiri Beliau. Beliau menarik daun telingaku dan memutar badanku berpindah ke sebelah kanan Beliau." (HR. Bukhari No. 6316 dan Muslim No. 763) Hadits ini menunjukkan bahwa apabila makmum itu satu orang, maka posisinya sejajar dengan imam dan di sebelah kanan imam, tidak lebih ke depan dan tidak lebih ke belakang. Karena Nabi juga pernah mengatakan kepada Ibnu Abbas : "Jangan engkau berdiri lebih ke belakang …" (penjelasan shahih AlBukhari Hadits No. 697) 2.     Jumlah Makmum Dua Orang atau Lebih, maka makmum berdiri di belakang imam....