Langsung ke konten utama

Pengertian Siroh

Siroh (sîroh) secara bahasa berarti jalan (ath-tharîq).1 Kata siroh biasanya digunakan untuk menyebut Siroh Nabi saw. (As-Sîrah an-Nabawiyyah), yaitu kisah hidup Nabi saw.; seperti kitab Siroh Nabi saw. yang dikarang oleh Ibn Ishaq (w. 153 H), al-Waqidi (w. 209 H), Ibn Hisyam ( w. 218 H), Ibn Saad (w. 230 H), dll.

Keinginan untuk menulis Siroh Nabi saw. sudah muncul dan dilakukan oleh sejumlah sahabat seperti Urwah Ibn Zubair (w. 92 H), Wahab Ibn Munabbih (w. 105 H), Syurhabil Ibn Saad (w. 123 H), dan Syihab az-Zuhri (w. 124 H). Sebagian besar tulisan mereka tidak sampai kepada kita, kecuali yang sebagian yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari dan sebagian bab yang ditulis oleh Wahab Ibn Munabbih yang tersimpan di kota Haidelberg, Jerman.


Para peneliti sepakat, bahwa karangan Ibn Ishaq tentang Siroh Nabi saw. adalah yang paling terpercaya pada masanya, walaupun kitab Maghâzi-nya tidak sampai kepada kita. Setelah itu pada periode selanjutnya muncul Abu Muhammad Abdul Malik yang dikenal sebagai Ibn Hisyam, setelah lebih dari 50 tahun Ibn Ishaq menulis kitab sirohnya.3 Tentang hal ini, Ibn Khalkan berkata, "Ibn Hisyam adalah orang yang mengumpulkan (materi) Siroh Nabi saw. dari kitab Maghâzi dan siroh karya Ibn Ishaq. Kemudian ia meringkas dan merangkumnya. Inilah kitab (siroh) yang berada di tangan masyarakat dan dikenal dengan Siroh Ibn Hisyam."


Siroh Nabi saw. biasanya disandarkan pada berbagai hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat, tabiin, dan generasi sesudah mereka tentang kehidupan Nabi saw. sejak kelahirannya, pertumbuhannya, dakwahnya pada Islam, jihadnya atas kaum musyrik dan peperangannya. Secara umum Siroh Nabi saw. mencakup seluruh kabar tentang Nabi saw. dari sejak kelahirannya sampai wafatnya.


Selain dalam kitab-kitab siroh, riwayat yang menceritakan kehidupan Rasul saw. juga terdapat dalam kitab-kitab hadis. Misalnya, dalam Shahîh al-Bukhari terdapat kitab Al-Maghâzi (kitab yang berisi cerita perang pada masa Rasul saw.); dalam Shahîh Muslim terdapat kitab Al-Jihâd dan kitab As-Siar (Siroh); serta dalam kitab-kitab hadis yang lainnya yang berisi hadis sahih, hasan, dan juga dhaif—seperti kitab Ashâb as-Sunnan (kitab sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibn Majah, dll). Bahkan Imam at-Tirmidzi menulis sebuah kitab yang ia beri judul Asy-Syamâ'il al-Muhammadiyyah, yang berisi hadis-hadis yang menjelaskan sifat, ciri-ciri fisik, perilaku, peribadatan, dan hal lain yang berhubungan dengan diri Rasul saw.


Dengan kitab Siroh Nabi saw. dapat diketahui risalah yang dibawa oleh beliau kepada manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari penyembahan terhadap hamba ke penyembahan kepada Allah Swt. Dengan Siroh Nabi saw. pula, kita dapat mengetahui kehidupan beliau sejak beliau dilahirkan, pertumbuhannya, hingga beliau dewasa; saat-saat menerima wahyu dan dakwahnya kepada manusia dan ajakannya pada agama yang lurus (Islam); termasuk konsekuensi yang beliau hadapi dalam menyebarkannya berupa penentangan, apa yang terjadi antara dirinya dan mereka yang menentangnya (orang-orang musyrik) berupa ‘pertarungan’ argumentasi, dan mereka yang mencintainya hingga berkibar bendera kebenaran dan bersinarnya cahaya iman.

Postingan populer dari blog ini

SAYYIDUL ISTIGHFAR (Bacaan Istighfar Yang Paling Utama)

Allohumma annta robbii laaaaaa ilaaha illaaaaaa annth Kholaqtanii wa ana ‘abduk Wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’th A’uudzubika minn syarri maa shona’th Abuuuuuu-u laka bini’matika ‘alayy Wa abuuuuuu-u   bidzamm-bii Faghfirlii fainnahuu laa yaghfirudz-dzunuuba illaaaaaa annth Artinya : Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. (Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6306 dan 6323), at-Tirmidzi (no. 3393), an-Nasa’i (no. 5522) dan lain-lain.) Faedah dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas, “Barangsiapa yang...

Kajian Rutin Muslimah: Pentingnya Kesehatan Mental Pada Ibu

Kesehatan mental ibu memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan keluarga. Ibu yang memiliki kesehatan mental yang baik akan mampu memberikan kasih sayang, perhatian, dan pengasuhan yang optimal bagi anak-anaknya. Sebaliknya, ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental dapat kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu. Kesehatan mental ibu mencakup tiga dimensi utama: Kesehatan mental: Meliputi kondisi emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Ini mencakup bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Kesehatan fisik: Kondisi fisik yang baik mendukung kesehatan mental. Kesehatan sosial: Kualitas hubungan dengan orang lain, termasuk keluarga, teman, dan komunitas. Sedangkan faktor yang dapat memicu gangguan kesehatan mental pada ibu antara lain:  Kurangnya dukungan sosial: Kurangnya dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas dapat meningkatkan risiko gangguan mental.  Ketidakpuasan pernikahan: Masalah dalam hubungan pernikahan dapat menjadi s...

Letak/Posisi Imam & Makmum Sholat

Untuk menjadi makmum yang baik, haruslah mengenal hukum-hukum shalat berjamaah dan bermakmum dengan benar. Karena itu dalam kesempatan ini Nasyiah akan membahas posisi makmum dalam shalat bersama imam, dimana poin-poinnya sebagai berikut: 1.     Bila makmum satu orang, maka makmum berdiri di samping kanan imam.  Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, disebutkan: "Nabi juga berdiri dan shalat, maka akupun berdiri disebelah kiri Beliau. Beliau menarik daun telingaku dan memutar badanku berpindah ke sebelah kanan Beliau." (HR. Bukhari No. 6316 dan Muslim No. 763) Hadits ini menunjukkan bahwa apabila makmum itu satu orang, maka posisinya sejajar dengan imam dan di sebelah kanan imam, tidak lebih ke depan dan tidak lebih ke belakang. Karena Nabi juga pernah mengatakan kepada Ibnu Abbas : "Jangan engkau berdiri lebih ke belakang …" (penjelasan shahih AlBukhari Hadits No. 697) 2.     Jumlah Makmum Dua Orang atau Lebih, maka makmum berdiri di belakang imam....